Sabtu, 16 Mei 2009
Minggu, 22 Februari 2009
Chapter I
Kisah ini entah berawal dari mana ?, dan yang mana akhirnya ?. Siapa yang memulainya karena belum ada akhirnya. Sama seperti halnya matahari yang bersinar, kapan ia mulai bersinar dan kapan akhir dari sinarnya, yang jelas aku tahu ia selalu ada ketika aku aku terlahir hingga kini aku membuka jendela dipagi hari dan hilang ketika malam menjelang, hingga esok aku membuka jendala.
Pagi ini cerah, tapi tak ada kicauan burung yang bernyanyi, kenapa? Mungkin tak ada lagi daun yang bisa mereka hinggapi, karena tata kota ini yang telah tak karuan, hingga tak ada ruang lagi bagi pepohonan untuk bisa tumbuh. Setiap pagi yang aku dengar hanya kicauan dari anak-anak kecil yang berteriak ataupun yang menangis, sungguh ini bukan sebuah symphony yang indah bagi telingaku, ini seperti jam weker yang membangunkan aku dari mimpi yang indah, tapi cukup ampuh untuk aku yang selalu malas untuk bangun dipagi hari.
Udara masih dingin sama seperti air yang ada dihadapanku ini. “ee.h ini air pasti dingin.” gerutuku. Hal terberat bagiku untuk mandi. Aku terus memandangi air itu, ia seperti monster yang menakutkan untuk kusentuh, mungkin juga kebiasaan setiap orang, selalu melamun dipagi hari, entah apa yang dipikirkan. Jam hampir setengah enam pagi berarti sudah setengah jam lebih aku terdiam dikamar mandi sambil menatapi sesuatu yang tak jelas. “ Bisa-bisa aku kesiangan nih, mana belum shalat lagi.” Gumamku sembari mangambil gayung dan membasuh badan ini walau terasa berat sekali, namun ini seperti perjuangan saja bagiku.
Matahari mulai menampakkan dirinya, seolah-olah tak mau absen untuk menyinari bumi ini dan memberi semangat dan kehangatan bagi jiwa-jiwa yang beku dipagi ini. Seperti kebiasanku dari dulu, sebelum memulai petualangan ditiap hari selalu kumulai dengan mendengarkan lagu yang berirama ceria, karena itu membuatku seperti didalam film saja. Lagu seperti sebuah soundtrack bagiku, yang memberi inspirasi.
“Waddduh, dimana kasetnya? Perasaan kemarin ku letakkan disini?” Akupun mencari kesana-kemari membuka lemari, kucari dibalik bantal disetiap sudut kulihat tak ada. “Jangan-jangan masih didalam didalam tas nih”, karena ingatanku membawa ke waktu kemarin karena aku juga selalu mendengarkannya dengan tape kesayanganku yang kubeli dari uang jajan yang kutabung selama berbulan-bulan. “Tuh kan disini rupanya engkau”. Sambil mendengarkan lagu, kusiapkan buku pelajaranku untuk hari ini, seharusnya telah aku siapkan tadi malam, namun semalam aku sudah terlanjur mengantuk aku akibat nonton film kesukaanku.
Pagi ini cerah, tapi tak ada kicauan burung yang bernyanyi, kenapa? Mungkin tak ada lagi daun yang bisa mereka hinggapi, karena tata kota ini yang telah tak karuan, hingga tak ada ruang lagi bagi pepohonan untuk bisa tumbuh. Setiap pagi yang aku dengar hanya kicauan dari anak-anak kecil yang berteriak ataupun yang menangis, sungguh ini bukan sebuah symphony yang indah bagi telingaku, ini seperti jam weker yang membangunkan aku dari mimpi yang indah, tapi cukup ampuh untuk aku yang selalu malas untuk bangun dipagi hari.
Udara masih dingin sama seperti air yang ada dihadapanku ini. “ee.h ini air pasti dingin.” gerutuku. Hal terberat bagiku untuk mandi. Aku terus memandangi air itu, ia seperti monster yang menakutkan untuk kusentuh, mungkin juga kebiasaan setiap orang, selalu melamun dipagi hari, entah apa yang dipikirkan. Jam hampir setengah enam pagi berarti sudah setengah jam lebih aku terdiam dikamar mandi sambil menatapi sesuatu yang tak jelas. “ Bisa-bisa aku kesiangan nih, mana belum shalat lagi.” Gumamku sembari mangambil gayung dan membasuh badan ini walau terasa berat sekali, namun ini seperti perjuangan saja bagiku.
Matahari mulai menampakkan dirinya, seolah-olah tak mau absen untuk menyinari bumi ini dan memberi semangat dan kehangatan bagi jiwa-jiwa yang beku dipagi ini. Seperti kebiasanku dari dulu, sebelum memulai petualangan ditiap hari selalu kumulai dengan mendengarkan lagu yang berirama ceria, karena itu membuatku seperti didalam film saja. Lagu seperti sebuah soundtrack bagiku, yang memberi inspirasi.
“Waddduh, dimana kasetnya? Perasaan kemarin ku letakkan disini?” Akupun mencari kesana-kemari membuka lemari, kucari dibalik bantal disetiap sudut kulihat tak ada. “Jangan-jangan masih didalam didalam tas nih”, karena ingatanku membawa ke waktu kemarin karena aku juga selalu mendengarkannya dengan tape kesayanganku yang kubeli dari uang jajan yang kutabung selama berbulan-bulan. “Tuh kan disini rupanya engkau”. Sambil mendengarkan lagu, kusiapkan buku pelajaranku untuk hari ini, seharusnya telah aku siapkan tadi malam, namun semalam aku sudah terlanjur mengantuk aku akibat nonton film kesukaanku.
Langganan:
Postingan (Atom)